Sejarah
Museum Konferensi Asia-Afrika – Saksi Hidup Sejarah
Fakta menarik tentang Museum Konferensi Asia-Afrika menanti Anda, temukan warisan diplomasi global dan inspirasi dari Gedung Merdeka yang ikonik ini.

Temukan Museum Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka, saksi hidup dari pertemuan bersejarah tahun 1955 yang menyatukan 29 negara. Museum ikonik ini menampilkan dokumen asli, foto, dan artefak, yang melambangkan perjuangan melawan kolonialisme dan kelahiran Gerakan Non-Blok. Kagumi kemegahan arsitektur Gedung Merdeka dengan perpaduan Gaya Internasional dan Art Deco. Jelajahi kontribusi dari para pemimpin seperti Sukarno dan Nehru, yang ide-idenya terus menginspirasi diplomasi global. Dengan pameran interaktif dan program pendidikan, Anda akan mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang kerjasama internasional. Selami sejarahnya yang mempesona dan pengaruhnya terhadap politik global modern.
Konteks Sejarah dan Kepentingan

Museum Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka berdiri sebagai bukti dari pertemuan penting tahun 1955 yang mengubah lanskap politik global. Acara bersejarah ini, yang berlangsung dari 18-24 April 1955, menyatukan para pemimpin dari 29 negara yang baru merdeka. Ini adalah momen penting yang mengadvokasi dekolonisasi dan solidaritas melawan kolonialisme.
Anda akan menemukan bahwa konferensi ini meletakkan dasar bagi Gerakan Non-Blok, mempromosikan kerja sama di antara negara-negara berkembang. Ini bukan hanya pertemuan; ini adalah deklarasi berani tentang kemerdekaan dan penentuan nasib sendiri.
Saat Anda menjelajahi Gedung Merdeka, yang awalnya adalah Societeit Concordia yang dibangun tahun 1895, Anda akan melihat bagaimana renovasi signifikan melambangkan pergeseran menuju era baru. Transformasi ini mencerminkan aspirasi negara-negara Asia dan Afrika yang berjuang untuk persatuan dalam keragaman.
Warisan konferensi ini bergema dalam politik global kontemporer, menekankan tindakan kolektif melawan diskriminasi rasial. Diskusi hari ini tentang kerja sama internasional menggema prinsip-prinsip yang lahir di sini.
Saat Anda berjalan melalui museum, artefak asli, dokumen, dan foto menyediakan sumber daya pendidikan yang penting. Pameran ini menawarkan pemahaman mendalam tentang konteks sejarah dan dampak abadi dari Konferensi Asia-Afrika, menjadikannya tujuan penting bagi penggemar sejarah.
Transformasi Menjadi Museum
Memperingati konferensi bersejarah tahun 1955, Museum Konferensi Asia-Afrika resmi dibuka pada 24 April 1980, menandai transformasi Gedung Merdeka menjadi situs kenangan yang penting di Bandung, Indonesia.
Transisi signifikan ini didorong oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, dengan dukungan dari Presiden Soeharto. Tujuan mereka adalah untuk melestarikan warisan konferensi dan memupuk diplomasi internasional.
Ketika Anda mengunjungi museum ini, Anda akan dikelilingi oleh dokumen asli, foto, artefak, pakaian, dan aksesori yang digunakan oleh para delegasi pada tahun 1955.
Barang-barang ini menawarkan pandangan nyata ke masa lalu, menghubungkan Anda langsung dengan konteks historis konferensi tersebut. Pameran interaktif dan tur berpemandu di museum ini melibatkan para pengunjung, menekankan pentingnya konferensi dan prinsip-prinsip yang ditetapkannya, seperti solidaritas di antara negara-negara berkembang.
Sebagai pusat budaya, museum ini menarik ribuan pengunjung setiap tahun, termasuk pelajar dan peneliti.
Museum ini menawarkan program pendidikan yang menginspirasi generasi masa depan melalui kesadaran sejarah, memastikan warisan konferensi ini terus hidup.
Signifikansi Arsitektur

Gedung Merdeka memikat pengunjung dengan warisan arsitekturnya yang kaya, menggabungkan elemen Gaya Internasional dan Art Deco dengan mulus. Awalnya dibangun pada tahun 1895 sebagai Societeit Concordia, gedung ini mengalami renovasi besar pada tahun 1921 dan 1940. Perubahan ini mengubahnya menjadi tempat mewah dengan lantai marmer Italia yang elegan dan lampu gantung kristal, meningkatkan kemegahan historisnya. Dirancang oleh arsitek terkenal C.P. Wolff Schoemaker dan Van Galen Last, struktur ini mencerminkan perpaduan pengaruh lokal dan kolonial yang lazim di Indonesia awal abad ke-20.
Signifikansi arsitektur gedung ini tidak dapat disangkal, menempati area yang signifikan seluas 7.500 meter persegi. Awalnya berfungsi sebagai tempat pertemuan sosial untuk ekspatriat Belanda tetapi sejak itu menjadi tengara budaya dan museum. Status Gedung Merdeka sebagai situs bersejarah yang dilindungi memastikan pelestariannya untuk generasi mendatang, memungkinkan Anda untuk mengalami sepotong sejarah secara langsung. Bangunan ini berdiri sebagai saksi dari pertukaran budaya yang kaya yang telah membentuk arsitektur Indonesia.
Fitur | Emosi yang Dibangkitkan |
---|---|
Lantai marmer Italia | Keanggunan dan kecanggihan |
Lampu gantung kristal | Kekaguman dan kekaguman |
Perpaduan gaya | Kebanggaan budaya |
Signifikansi historis | Rasa hormat dan nostalgia |
Jelajahi Gedung Merdeka dan rendamlah diri Anda dalam keajaiban arsitekturnya.
Tokoh Kunci dan Kontribusi
Di jantung Konferensi Asia-Afrika, tokoh-tokoh penting seperti Sukarno, Jawaharlal Nehru, dan Gamal Abdel Nasser memperjuangkan persatuan dan kerja sama di antara negara-negara yang baru merdeka.
Visi Sukarno tentang solidaritas selaras dengan semangat Konferensi Bandung, menekankan persatuan sebagai alat yang kuat melawan kolonialisme. Sementara itu, fokus Nehru pada kerja sama ekonomi dan anti-kolonialisme memberikan kerangka bagi negara-negara ini untuk berkolaborasi dan melawan pengaruh imperial.
Advokasi Gamal Abdel Nasser untuk Pan-Arabisme dan solidaritas sangat penting dalam membangun sikap kolektif di antara negara-negara berkembang. Usahanya menekankan komitmen bersama terhadap kemerdekaan dan penentuan nasib sendiri.
Zhou Enlai dari Tiongkok memberikan kontribusi signifikan dalam diskusi tentang perlucutan senjata dan saling menghormati, memperkuat tujuan konferensi untuk perdamaian dan kerja sama.
U Nu dari Burma menyoroti hak asasi manusia dan hidup berdampingan secara damai, selaras sempurna dengan prinsip-prinsip panduan konferensi. Bersama-sama, para pemimpin ini membentuk komunike akhir konferensi, melahirkan Dasa Sila Bandung.
Sepuluh prinsip panduan ini terus mempengaruhi hubungan internasional di antara negara-negara berkembang, menekankan dampak abadi dari kontribusi mereka.
Jelajahi lebih lanjut tentang tokoh-tokoh kunci ini dan warisan mereka di Museum Konferensi Asia-Afrika, sebuah bukti pengaruh sejarah yang abadi.
Peran Pendidikan dan Budaya

Museum Konferensi Asia-Afrika di Gedung Merdeka berdiri sebagai mercusuar pendidikan dan pertukaran budaya, menarik ribuan pengunjung yang ingin menjelajahi sejarah kaya dari Konferensi Asia-Afrika 1955.
Anda akan menemukan bahwa museum ini bukan sekadar tempat penyimpanan statis dari masa lalu; ia secara aktif terlibat dengan siswa, peneliti, dan pengunjung melalui program pendidikan yang dinamis. Kelompok sekolah mendapatkan manfaat dari kurikulum yang dirancang khusus yang menjelaskan prinsip-prinsip inti dari konferensi tersebut, yaitu kemerdekaan, perdamaian, dan kerjasama internasional.
Pameran interaktif dan tur berpemandu membuat koleksi museum—dokumen asli, foto, dan artefak dari konferensi—menjadi hidup bagi semua orang. Pengalaman-pengalaman yang menarik ini memastikan bahwa Anda tidak hanya belajar sejarah; Anda juga menghidupinya.
Museum ini juga memperluas jangkauan pendidikannya dengan sumber daya digital dan pameran online, menjadikan warisan konferensi dapat diakses di seluruh dunia.
Kolaborasi dengan organisasi lokal dan internasional meningkatkan peran museum sebagai pusat budaya. Kemitraan ini mempromosikan pertukaran budaya dan melestarikan sejarah regional, memperkuat komitmen museum terhadap kerjasama global.
Pengaruh dan Warisan Global
Mempengaruhi jalannya diplomasi global, Konferensi Asia-Afrika 1955 (KAA) meletakkan dasar bagi Gerakan Non-Blok, membentuk kembali hubungan internasional dengan mendorong solidaritas di antara negara-negara berkembang. Dengan mempromosikan front bersatu, KAA memicu gelombang gerakan kemerdekaan di seluruh Asia dan Afrika, yang mengarah pada lahirnya 36 negara berdaulat baru pada tahun 1960-an. Pergeseran monumental ini menyoroti peran penting KAA dalam proses dekolonisasi.
Penekanan konferensi pada aksi kolektif melawan diskriminasi rasial berfungsi sebagai katalis untuk inisiatif global di masa depan yang mengadvokasi hak asasi manusia dan kesetaraan. Pengaruh KAA melampaui batas politik, menginspirasi perubahan sosial dan kolaborasi dalam skala global.
Saat Anda menjelajahi warisan KAA, Anda akan melihat bagaimana prinsip-prinsipnya terus bergema dalam diskusi kontemporer tentang kerja sama internasional.
Gedung Merdeka, tempat ikonik konferensi tersebut, berdiri sebagai bukti sejarah diplomatik Indonesia yang kaya. Ini tetap menjadi situs warisan budaya yang signifikan dan simbol kerja sama global yang abadi.
Museum KAA melestarikan warisan ini, menawarkan pengunjung wawasan tentang signifikansi historis konferensi dan dampaknya yang bertahan lama pada diplomasi internasional. Temukan lebih banyak tentang acara transformatif ini dan pengaruh globalnya di Museum KAA.
Rencana dan Pengembangan Masa Depan

Bagaimana Museum Konferensi Asia-Afrika (Museum KAA) akan berkembang untuk tetap relevan di era digital saat ini? Dengan memperluas koleksi, museum berencana untuk mengintegrasikan lebih banyak arsip digital dan pameran multimedia.
Pendekatan ini bukan hanya tentang mengikuti perkembangan teknologi; ini tentang meningkatkan keterlibatan dan aksesibilitas pengunjung. Bayangkan mengakses dokumen langka dan tampilan interaktif dari mana saja di dunia, meningkatkan jangkauan dan dampak pendidikan museum.
Museum KAA juga berfokus pada pembentukan kemitraan strategis dengan institusi pendidikan. Kolaborasi ini akan mempromosikan penelitian tentang Konferensi Asia-Afrika, menyoroti dampak abadi pada diplomasi global.
Dengan memanfaatkan akademisi, museum dapat menarik audiens baru dan mendorong pemahaman yang lebih dalam tentang signifikansi historisnya.
Selain itu, museum berencana untuk menyelenggarakan konferensi dan simposium internasional. Acara-acara ini akan merangsang diskusi tentang kerjasama dan solidaritas di antara negara-negara berkembang, sejalan dengan misi museum.
Pameran masa depan akan memberikan wawasan tentang hubungan Asia-Afrika, dengan fokus pada perjuangan kemerdekaan dan penentuan nasib sendiri.
Akhirnya, dengan merayakan ulang tahun konferensi setiap tahun, Anda akan melihat bagaimana hal itu memperkuat warisannya dan relevansi dalam diskusi kerjasama global.
Inisiatif-inisiatif ini memastikan museum tetap menjadi platform penting dalam dialog sejarah dan kontemporer.
Kesimpulan
Anda telah menjelajahi kekayaan warisan Museum Konferensi Asia-Afrika, memahami akar sejarahnya dan keajaiban arsitekturnya. Saat Anda berdiri di persimpangan sejarah dan kemungkinan masa depan, ingatlah bahwa museum ini tidak hanya mencatat masa lalu—tetapi juga membentuk hari esok. Ini adalah harta karun dari cerita-cerita yang menunggu untuk diceritakan, sebuah mercusuar untuk pencerahan pendidikan dan budaya. Tetaplah memantau warisan yang terus berkembang ini saat ia terus membuat gelombang di panggung global.
Sejarah
Situs Arkeologi Tertua: Mengungkap Sejarah yang Hilang
Dapatkan wawasan tentang peradaban kuno di situs arkeologi tertua, di mana misteri evolusi manusia menanti untuk diungkap. Rahasia apa yang akan terungkap?

Lomekwi 3 di Kenya adalah salah satu situs arkeologi tertua, berusia sekitar 3,3 juta tahun. Situs ini sangat penting untuk memahami evolusi manusia awal, karena mengandung tulang hominin kuno dan artefak batu yang dikaitkan dengan Australopithecus afarensis. Situs ini memicu diskusi tentang kehidupan dan perilaku pembuatan alat nenek moyang kita. Namun, kita juga menghadapi kontroversi mengenai metode penanggalan yang digunakan dan perbedaan interpretasi di antara para ahli. Perdebatan ini memperkaya eksplorasi kita, dan masih banyak lagi yang harus diungkap tentang sejarah manusia kita bersama.
Pencarian situs arkeologi tertua menggugah minat peneliti dan penggemar, menarik perhatian kita ke situs Lomekwi 3 di West Turkana, Kenya. Diperkirakan berusia sekitar 3,3 juta tahun, Lomekwi 3 memberikan gambaran menarik tentang masa lalu kita, menampilkan tulang hominin dan serangkaian artefak batu yang erat kaitannya dengan Australopithecus afarensis. Usia situs ini menempatkannya pada ambang evolusi manusia, memicu debat tentang asal-usul kita dan jalur yang mengarah ke manusia modern.
Namun, signifikansi Lomekwi tetap kontroversial, seiring kita menavigasi kompleksitas seputar statusnya sebagai situs arkeologi tertua. Meskipun daya tarik Lomekwi 3 tidak terbantahkan, situs ini menghadapi persaingan ketat dari situs Gona di Afar, Ethiopia. Artefak Gona, yang bertanggal 2,6 juta tahun dan dikaitkan dengan Australopithecus garhi, menyediakan konteks yang lebih kokoh untuk memahami perilaku pembuatan alat manusia awal.
Kejelasan penanggalan Gona kontras dengan debat yang berlangsung mengenai klaim Lomekwi. Beberapa ahli berpendapat bahwa temuan Lomekwi kurang dukungan yang memadai, memunculkan pertanyaan tentang keandalan metode penanggalan yang digunakan. Dalam konteks ini, pemahaman kita tentang perilaku manusia kuno menjadi kabur, karena kita berjuang dengan interpretasi bukti yang bertentangan.
Tim White, tokoh terkemuka dalam diskusi ini, menyatakan skeptisisme terhadap status Lomekwi, mendesak pendekatan yang hati-hati dalam menafsirkan temuan-temuannya. Di sisi lain, Rick Potts membela signifikansi Lomekwi, menyoroti sifat artefak yang ditemukan. Perbedaan pendapat ini mengilustrasikan kompleksitas dalam interpretasi arkeologi, di mana bukti yang sama dapat mengarah pada kesimpulan yang sangat berbeda.
Ketika kita menggali lebih dalam tentang signifikansi Lomekwi, kita juga harus mempertimbangkan implikasi yang lebih luas dari pengejaran arkeologis ini terhadap pemahaman kita tentang masa lalu umat manusia. Dalam perjalanan eksplorasi ini, kita menemukan diri kita di persimpangan antara Lomekwi dan Gona. Setiap situs menawarkan wawasan unik tentang sejarah evolusi kita.
Sementara Lomekwi 3 memikat dengan usia potensialnya, penanggalan yang mapan dari Gona memberikan dasar yang lebih kuat untuk memahami perilaku pembuatan alat awal. Saat kita terus menggali bukti dari situs-situs kuno ini, pencarian kolektif kita akan pengetahuan mendorong kita untuk menghadapi misteri asal-usul kita, membentuk koneksi yang lebih dalam dengan cerita manusia bersama kita.
Pada akhirnya, pencarian situs arkeologi tertua mendorong kita untuk mempertanyakan tidak hanya dari mana kita berasal, tetapi siapa kita hari ini.
Sejarah
Menelusuri Peradaban: Mengungkap Misteri Gobekli Tepe, Situs Tertua di Dunia
Misteri melimpah di Göbekli Tepe, di mana ukiran kuno menantang pemahaman kita tentang asal-usul peradaban—rahasia apa yang tersembunyi di bawah batu monumennya?

Göbekli Tepe, sering dianggap sebagai situs tertua di dunia, secara signifikan membentuk kembali pemahaman kita tentang peradaban manusia. Kita melihat tiang-tiang batu besar yang diukir secara rumit oleh pemburu-pengumpul sekitar tahun 9600 SM, yang menunjukkan adanya organisasi spiritual dan sosial yang kompleks sebelum adanya permukiman permanen. Motif dan ukiran hewan mencerminkan sistem kepercayaan dan aspirasi komunal yang kaya. Situs ini menantang narasi tradisional tentang perkembangan manusia, mengajak kita untuk menjelajahi misteri leluhur kita dan pencarian mereka akan makna. Masih banyak lagi yang harus diungkap.
Göbekli Tepe merupakan monumen penting yang menunjukkan kecerdasan awal dan ekspresi spiritual manusia. Ketika kita menggali misterinya, kita tidak bisa tidak kagum dengan struktur kuno yang tersebar di situs ini, masing-masing menceritakan tentang masa yang jauh sebelum adanya bahasa tertulis dan masyarakat terorganisir. Signifikansi arkeologis dari Göbekli Tepe tidak bisa dilebih-lebihkan; ini menantang pemahaman kita tentang sejarah manusia dan pengembangan praktik keagamaan.
Bayangkan tempat di mana pemburu-pengumpul, bukan pertanian yang menetap, membangun pilar batu besar, yang diukir dengan motif simbolis secara rumit. Di sinilah kita menemukan diri kita menghadapi kenyataan yang membingungkan. Bagaimana orang-orang kuno ini, yang hidup sekitar 9600 SM, berhasil menambang, mengangkut, dan mendirikan batu-batu besar tersebut? Kita tertinggal mempertanyakan struktur sosial dan upaya komunal yang diperlukan untuk mencapai prestasi ini. Ini tampaknya menunjukkan bahwa keinginan untuk koneksi spiritual dan pertemuan komunal mendahului pembentukan pemukiman tetap.
Saat kita menjelajahi situs bersama, kita melihat pilar berbentuk T, beberapa mencapai lebih dari lima meter tingginya, dan kita tidak bisa tidak bertanya-tanya tentang tujuannya. Apakah mereka untuk menghormati dewa, memperingati leluhur, atau sebagai tempat berkumpul untuk ritual? Ukiran binatang seperti rubah, ular, dan burung membangkitkan rasa sakral, mengisyaratkan sistem kepercayaan yang kompleks dan simbolis. Ini membawa kita untuk merenung: apa yang mendorong manusia awal ini untuk menciptakan situs yang begitu rumit? Apakah mereka mencari jawaban untuk pertanyaan eksistensial, atau apakah mereka merayakan identitas bersama?
Implikasi dari Göbekli Tepe melampaui kehadiran fisiknya; ini mendefinisikan ulang pemahaman kita tentang perkembangan manusia. Ini menunjukkan bahwa spiritualitas dan organisasi sosial muncul lebih awal dari yang kita pikirkan sebelumnya. Keberadaan struktur kuno seperti itu menantang narasi linier peradaban, mendorong kita untuk mengevaluasi kembali asumsi kita tentang perkembangan dari kehidupan nomaden menjadi menetap.
Saat kita menyatukan potongan-potongan teka-teki kuno ini, kita merasa terinspirasi oleh kreativitas dan visi mereka yang datang sebelum kita. Göbekli Tepe mengajak kita untuk merenungkan perjalanan kita sendiri dalam menemukan dan berhubungan.
Kita berdiri di persimpangan masa lalu dan masa kini, mendorong kita untuk mempertimbangkan semangat manusia yang abadi yang mencari makna, komunitas, dan rasa memiliki. Dengan menjelajahi Göbekli Tepe, kita tidak hanya mengungkap misteri leluhur kita tetapi juga pencarian abadi akan pemahaman yang menyatukan kita semua.
Sejarah
UNESCO Mengonfirmasi Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia untuk Manusia Purba
Jelajahi penemuan-penemuan luar biasa di Sangiran, Situs Warisan Dunia UNESCO yang baru diakui, dan ungkap rahasia leluhur kita yang kuno.

Kita mengakui Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, yang sangat penting untuk memahami evolusi manusia awal. Situs ini, yang terletak di Indonesia, telah mengungkapkan sekitar 100 fosil, termasuk fosil *Homo erectus*. Setiap penemuan memperkaya narasi kita tentang leluhur manusia dan menunjukkan bagaimana nenek moyang kita beradaptasi dengan lingkungannya. Lapisan geologis di Sangiran juga membantu kita menyusun perjalanan evolusi kita. Mari kita jelajahi bagaimana temuan-temuan ini menantang asumsi kita sebelumnya tentang asal-usul manusia dan menerangi masa lalu kita.
Saat kita menelusuri warisan luar biasa dari evolusi manusia, kita tidak bisa mengabaikan Sangiran, sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO sejak Desember 1996, yang menawarkan wawasan berharga tentang perjalanan leluhur kita. Terletak di Indonesia, situs ini berdiri sebagai bukti cerita yang luar biasa tentang awal mula kita, dengan signifikansi paleoantropologi yang menjadikannya titik fokus bagi peneliti dan penggemar.
Kekayaan fossil yang ditemukan di sini, yang berjumlah sekitar 100, memberikan gambaran tentang kehidupan kerabat kuno kita, termasuk penemuan penting dari Homo erectus dan Pithecanthropus.
Yang benar-benar memikat kita tentang Sangiran bukan hanya penemuan fosil yang mengesankan, tetapi juga fitur geologis yang berfungsi sebagai laboratorium alami. Lapisan tanah kuno yang ditemukan di sini sangat penting untuk memahami interaksi antara manusia awal dan lingkungan mereka selama era Pleistosen. Saat kita menelusuri lapisan ini, kita tidak hanya mengamati sisa-sisa masa lalu; kita sedang merangkai teka-teki kompleks dari evolusi manusia. Wawasan yang diperoleh dari situs ini membantu kita menghargai sifat adaptif leluhur kita dan ketahanan mereka dalam menghadapi perubahan iklim dan bentang alam.
Sangiran sering dianggap sebagai salah satu situs paleoantropologi paling penting di Asia, dan mudah untuk melihat mengapa. Penemuan yang dibuat di sini telah mengubah pemahaman kita tentang asal-usul manusia, menantang asumsi yang telah lama dipegang dan memperluas narasi perjalanan evolusi kita. Setiap fosil menceritakan sebuah cerita, memungkinkan kita untuk terhubung dengan mereka yang telah berjalan di Bumi ini jauh sebelum kita. Koneksi ini sangat penting dalam pencarian kita untuk pengetahuan tentang siapa kita dan dari mana kita berasal.
Penetapan Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia menekankan nilai universal yang luar biasa. Ini menarik peneliti dan sarjana dari seluruh dunia, semua ingin berkontribusi pada dialog yang sedang berlangsung tentang kehidupan prasejarah. Upaya kolaboratif ini meningkatkan pemahaman kolektif kita dan mendorong pelestarian situs yang sangat berharga untuk generasi mendatang.
-
Ekonomi1 hari ago
Info Terkini: Harga Beras Setra Ramos dan Berbagai Varietas Beras Hari Ini
-
Ekonomi1 hari ago
Kekurangan Berani Para Pencuri: Pertamina Kehilangan Rp 400 Juta Akibat Pencurian Avtur
-
Ekonomi1 hari ago
Hari ini, Harga Emas Antam Ditetapkan Rp889,000 per Gram: Tanpa Perubahan
-
Politik1 hari ago
Investigasi Judi Sabung Ayam Online: Polisi Distrik Malang Temukan Berbagai Fakta
-
Politik1 hari ago
Dugaan Serangan Siber: Akun Pemerintah Provinsi Jawa Timur Jadi Sasaran Judi Online